Hilirisasi Batubara “BATUBARA JADI DME”
Indonesia dengan estimasi sumber dan cadangan batubara sebesar 105,2 miliar ton dan 21,1 miliar ton berturut-turut menjadikan Indonesia memiliki potensi besar dalam pemenuhan kebutuhan batubara global. Meskipun demikian, batubara di Indonesia lebih dari separuhnya merupakan batubara peringkat rendah yang berharga murah, memiliki nilai kalor rendah, dan efisiensi pembakaran yang kecil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas ini diperlukan adanya hilirisasi batubara. Pemerintah melalui UU Minerba No. 3 Tahun 2020 menyebutkan bahwa batubara dapat dikembangkan atas enam metode berikut: Peningkatan mutu batubara (coal upgrading), Pembuatan briket batubara (coal briquetting), Pembuatan kokas (cokes making), Pencairan batubara (coal liquefaction), Gasifikasi batubara (coal gasification) termasuk underground coal gasification, dan Coal slurry/coal water mixture.
Salah satu dari enam metode tersebut, coal liquefaction, telah dikembangkan secara komersial dalam beberapa rute. Pyrolysis, direct coal liquefaction (DCL), dan indirect coal liquefaction (ICL). ICL menghasilkan berbagai produk yang sangat berguna, salah satunya adalah dimethyl eter (DME) yang akan menjadi fokus pembahasan saat ini.
Dimethyl-eter (DME) dengan rumus kimia CH3OCH3 saat ini menjadi semakin terkenal usai Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan pabriknya di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Nilai impor dari liquified petroleum gas (LPG) yang begitu besar hingga mencapai Rp. 80 triliun ditambah lagi subsidi mencapai Rp. 60 - 70 triliun menjadi perhatian khusus dan pertimbangan bagi pemerintah sehingga dapat memulai pembangunan industri ini. Secara rinci, proyek ini diperkirakan akan memproduksi 1,4 juta ton DME per tahun dan mengurangi angka impor LPG hingga 1 juta ton per tahun. Lebih lanjut, proyek ini akan menghemat cadangan devisa negara hingga Rp. 9,14 triliun/tahun pada harga rata-rata LPG 637,3 USD/MT (menggunakan basis rata-rata HIP LPG 2021). Langkah pemerintah ini juga berkaitan dengan pemenuhan hilirisasi batubara yang telah dicanangkan beberapa tahun sebelumnya.
Pemanfaatan DME sebagai bahan bakar memiliki beberapa keunggulan. DME, memiliki sifat-sifat yang sempurna untuk compression ignition combustion, kadar NOx yang lebih rendah, near-zero smoke, nyala api lebih stabil, dan tidak mengandung sulfur serta partikulat. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa DME memiliki angka setana yang tinggi, lebih dari 55, sehingga berpotensi menjadi pengganti bahan bakar diesel, terlebih efisiensi pembakaran dari DME lebih tinggi daripada solar.
DME dapat disintesis dari syngas yang berasal dari derivat reforming gas alam dan atau berasal dari gasifikasi batubara ataupun biomassa. Proses produksinya pun dapat dilakukan baik menggunakan one-step process ataupun two-step process. One-step process melibatkan tiga reaksi yang berlangsung secara simultan: reaksi pembentukan metanol (1), dehidrasi metanol (2), dan water gas shift reaction (3). Reaksi total ditunjukkan oleh persamaan reaksi (4)
2CO + 4H22CH3 OH Ho298=-21.6 kcal/mol
2CH3 OHCH3 OCH3+H2O Ho298=-5.6 kcal/mol
CO+H2OCO2+H2 Ho298=-9.8 kcal/mol
3CO+3H2CH3 OCH3+CO2 Ho298=-36 kcal/mol
Dari persamaan reaksi kimia tersebut terlihat bahwa produk reaksi setiap tahap merupakan reaktan bagi tahapan reaksi berikutnya sehingga sinergi dari ketiga reaksi ini dalam one-step process mampu menghasilkan nilai konversi lebih tinggi daripada two-steps reaction. Proses ini telah diteliti salah satunya oleh (Seo et.al., 2008) dengan katalis yang digunakan adalah Cu/ZnO/Al2O3 untuk sintesis metanol dan γ-Al2O3 untuk dehidrasi metanol.
Adapun two-step process atau cara konvensional memproduksi DME dengan dua tahapan terpisah: pembentukan metanol dilanjutkan dengan dehidrasi metanol. Untuk persamaan reaksinya sama dengan reaksi one-step process, hanya saja tanpa adanya reaksi water-gas shift (RWGS).
2CO + 4H22CH3 OH Ho298=-21.6 kcal/mol
2CH3 OHCH3 OCH3+H2O Ho298=-5.6 kcal/mol
2CO+4H2CH3 OCH3+CO2 Ho298=-27.2 kcal/mol
Setiap rute proses memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk one-step process memiliki batasan termodinamika yang lebih rendah dan proses bisa berlangsung lebih ekonomis. Namun demikian, keperluan adanya reaktor eksoterm yang besar diperlukan karena besarnya panas yang dihasilkan serta adanya keperluan katalis membuat cara ini masih harus dievaluasi kembali sehingga diperoleh katalis yang lebih ekonomis. Untuk two-step process proses lebih bersifat tradisional dan sederhana. Namun demikian, hambatan termodinamika cukup besar serta nilai konversi metanol yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan one-step process.
Referensi:
Kementerian ESDM RI - Media Center - Arsip Berita - Resmikan Proyek Hilirisasi Batubara jadi DME, Presiden RI: Tekan Impor dan Serap Lapangan Kerja
https://www.cnbcindonesia.com/market/20211210125539-17-298258/begini-siasat-ptba-ubah-batu-bara-jadi-dme
https://media.neliti.com/media/publications/98941-ID-dimethyl-ether-dme-dari-batubara-sebagai.pdf
Seo, Y., Jo, S.-H., Ryu, H.-J., Yi, C.-K., & Jin, G. T. (2008). One-Step DME Synthesis from Coal-Derived, CO-Rich Syngas in a Slurry Reactor. JOURNAL of CHEMICAL ENGINEERING of JAPAN, 41(7), 585–589. https://doi.org/10.1252/jcej.07we091
Sasongko, D., Luthan, A. F. H., & Wulandari, W. (2016). Modified Two-Step Dimethyl Ether (DME) Synthesis Simulation from Indonesian Brown Coal. Journal of Engineering and Technological Sciences, 48(3), 320–333. https://doi.org/10.5614/j.eng.technol.sci.2016.48.3.6